Imam Syafi’i Yang Jenius

Image
Dikisahkan bahwa sebagian ulama terkemuka di Irak iri kepada Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu. Mereka membuat tipu daya kepadanya lantaran beliau lebih unggul dari mereka dari segi ilmu dan hikmah. Imam Syafi’i mendapatkan hati para pencari ilmu pengetahuan sehingga mereka hanya berminat dengan majelis pengajian beliau, mereka hanya mau tunduk dengan pendapat dan ilmu beliau. Oleh karena itulah, para ulama yang iri terhadap Imam Syafi’i membuat kesepakatan di antara mereka untuk memberikan pertanyaan-pertanyaan yang rumit dalam bentuk teka-teki. Sehingga mereka dapat menguji kecerdasan beliau, seberapa mendalam dan seberapa matang ilmu beliau di hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid yang sangat kagum dengan beliau dan sering memuji beliau. Setelah mereka selesai membuat pertanyaan-pertanyaan, mereka menyampaikan kepada khalifah yang ikut hadir dalam diskusi dan mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab oleh Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu dengan penuh kecerdasan dan kefasihan. ...

Percik Kisah Hikmah Pemupuk Iman

BERKAT ISTIKOMAH DI BULAN ROJAB

Ada seorang wanita yang tinggal di sekitar Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis), ia mempunyai kebiasaan (amalan) unik. Jika datang Bulan Rajab, salah satu dari bulan yang dimuliakan Allah seperti disitir dalam QS At Taubah ayat 36, ia i’tikaf di Masjidil Aqsha dengan memakai pakaian (selimut) bulu, pakaian paling sederhana saat itu, dan ia membaca dzikr surat al Ikhlas (Qul huwallahu ahad, dst…) sebanyak 12.000 kali. Ia tidak pernah meninggalkan kebiasaan amalannya itu setiap kali Bulan Rajab datang, hingga kematian menjemputnya.
            Bulan Rajab memang bulan yang penuh keberkahan. Nabi SAW pernah bersabda, bahwa Bulan Rajab adalah Bulan Allah, Bulan Sya’ban adalah Bulanku (Bulan Nabi SAW), dan Bulan Ramadhan adalah Bulan Umatku (Umat Nabi SAW, umat Islam). Setiap memasuki Bulan Rajab, beliau juga mengajarkan doa kepada para sahabat, yaitu : “Allahumma baariklanaa fii rajaaba, wa sya’baana, wa ballighnaa romadhoon.”
            Makna dari doa tersebut adalah : Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami pada bulan Rajab ini, juga pada Bulan Sya’ban, dan sampaikanlah (panjangkanlah umur) kami kepada Bulan Romadhon. Mungkin karena ingin menghormati, sekaligus ‘memancing’ barakah dari Bulan Rajab itu, wanita tersebut menjalankan amalan dzikrnya tersebut secara istiqomah, walaupun tidak ada tuntunan khusus dari Rasulullah SAW atau para sahabat lainnya.
Soal ibadah yang bernama dzikr ini, menurut pendapat mayoritas ulama, memang tidak ada tuntunan khusus seperti halnya ibadah shalat, puasa, wudhu dan lain-lainnya. Setiap orang bisa mengamalkan dzikr kapan saja, dimana saja dan sebanyak apa, sesuai dengan keadaan dan kemampuannya, tidak ada batasan khusus. Perintah Al Qur’an dalam berdzikr hanya bersifat global : Yaa ayyuhal ladziina aamanudzkurullaaha dzikran katsiiran, wa sabbikhuuhu bukratan wa ashiilaa. Hanya saja para ulama menggaris-bawahi, bacaan yang dibaca dalam dzikr itu sebaiknya adalah ayat-ayat (surat) Al Qur’an, kalimat-kalimat thayyibah yang diajarkan Rasulullah SAW, shalawat, dan doa-doa. Nabi SAW memang mengajarkan dzikr khusus pada beberapa momen tertentu, seperti misalnya setelah shalat lima waktu, pada waktu pagi dan sore, dan lain-lainnya, tetapi tidak bersifat wajib, tetapi hanya sunnah saja.
Tidak ada penjelasan pasti bagaimana wanita di Masjidil Aqsha itu menjalankan dzikrnya yang 12.000 surat al Ikhlas itu. Kelihatannya cukup berat, tetapi sebenarnya tidak seperti itu, karena surat al Ikhlas sangat pendek dan mudah dihafalkan. Kalau dijalankan selama sebulan (asumsi sebanyak 30 hari), sebenarnya tidaklah terlalu berat. Duabelas ribu kali, berarti 400 kali per harinya, kalau dibaca setelah shalat lima waktu, berarti 80 kali, dan itu tidak sampai sepuluh menit jika dibaca tartil (tidak terlalu cepat atau lambat).

Ketika usianya makin tua dan ia merasa ajalnya makin dekat, wanita itu berwasiat kepada anak lelakinya, agar nantinya ia dikafani dengan selimut bulu yang biasa dipergunakannya untuk i’tikaf di Baitul Maqdis dan berdzikr dengan surat al Ikhlas pada Bulan Rajab itu. Atau paling tidak, selimut bulu itu disertakan (ikut dikuburkan) ketika ia dimakamkan. Ketika wanita itu meninggal, anak lelakinya itu malu untuk mengkafaninya dengan selimut (pakaian) bulu itu, yang keadaannya sudah tua dan kumal, apalagi ia termasuk orang yang berkecukupan. Ia membeli kain yang berkualitas bagus dan berharga mahal untuk mengkafani jenazah ibunya.
Pada malam harinya, anak lelaki itu bermimpi bertemu ibunya dalam keadaan marah. Ibunya itu berkata, “Aku tidak senang kepadamu karena kamu tidak mau melaksanakan wasiatku!!”
Anaknya itu terbangun dalam keadaan ketakutan. Ia segera mengambil selimut bulu milik ibunya dan segera berangkat ke pemakaman dengan membawa cangkul (atau alat penggali). Ia terus menggali sampai kedalaman tertentu, tetapi ternyata ia tidak menemukan jenazah ibunya. Ia kebingungan sekaligus ketakutan, jangan-jangan ini akibat kesalahannya juga karena tidak melaksanakan wasiat ibunya. Tiba-tiba terdengar hatib (suara tanpa wujud) bergema di sekitarnya, “Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya orang yang berbakti kepada Kami dalam Bulan Rajab, tidak akan Kami biarkan sendirian!!”

Comments

Popular posts from this blog

keutamaan sholat

Kisah Sedih, Nabi Muhammad SAW Di Hukum Cambuk Oleh Sahabat Di Detik-Detik Kematiannya

Cerita dan Ciri ciri Kedatangan Imam Mahdi dalam Hadis (Penjelasan Lengkap)